ke Filipina kita?

Dikarenakan saya punya hajatan untuk jalan-jalan lagi di sekitar akhir Oktober ini, maka saya akan mencoba menuliskan pengalaman perjalanan saya ke Filipina yang terjadi hampir setahun yang lalu demi untuk keteraturan pengumpulan kenangan <– opo, sih, ini?

Kenapa Filipina? Ada dua alasannya. Pertama, karena Ariya, teman perjalanan saya waktu itu menemukan tiket promo dari Cebu Pacific seharga Rp 800,000.- pergi-pulang. Kedua, karena Filipina masih dipandang sebelah mata (apalagi Brunei, ya?) sebagai negara tujuan wisata yang dekat dengan Indonesia.

Tiga wilayah regional di Filipina: Luzon (bagian utara), Visayas (bagian tengah) dan Mindanao (bagian selatan) yang paling dekat dengan Indonesia.
Tiga wilayah regional di Filipina: Luzon (bagian utara), Visayas (bagian tengah) dan Mindanao (bagian selatan).

Kali ini kami (saya, Ariya, Asty, dan Dita) agak longgar dalam menyusun itinerary tapi tetap ketat dalam segi pembiayaan 🙂 Karenanya keinginan untuk menyambangi Palawan atau Boracay sebagai destinasi favorit di Filipina itu harus dihempaskan jauh-jauh ke laut 🙂 Mesti naik pesawat lagi soalnya.

Setelah mengulik peta Metro Manila dan daerah sekitarnya (tentu saja dipilih) yang mudah dijangkau bus dan tidak buang-buang waktu di perjalanan, maka kami memutuskan untuk trekking ke Taal Volcano (request-nya Ariya) di Tagaytay City, bermain di pantai di Nasugbu atau Mabini, wisata kota tua di Taal Heritage Town dan Lipa City, dan diakhiri dengan mall-hopping di Makati City (pilihan saya).

Sebelum rencana perjalanan di atas dibuat, musibah topan Haiyan/Yolanda melanda wilayah tengah Filipina pada awal November 2013. Kejadian ini sedikit menggoyahkan niat untuk melanjutkan trip. Tidak hanya orangtua, teman-teman yang mengetahui rencana saya pun turut menyangsikan keamanan wilayah yang saya tuju itu. Untuk meyakinkan diri, saya berpaling ke Om Google, memeriksa perkiraan cuaca dan berita-berita pasca-musibah. Hasilnya, insyaallah daerah yang akan saya tuju aman-aman saja. Ariya, Asty dan Dita pun tetap berkomitmen pada rencana awal.

Bismillah, pada tanggal 27 November 2014 seusai shalat Maghrib saya meninggalkan rumah menuju Bandara Soekarno-Hatta. Penerbangan saya menuju Manila akan lepas-landas enam setengah jam kemudian. Ya, namanya juga harus melewati jalanan Jakarta Raya yang terkenal ketersendatannya itu, berangkat seawal mungkin adalah pilihan yang tepat (masukkan suara pelayan Pizza Hut di sini).

Setelah kami semua berkumpul di depan pintu masuk gerbang keberangkatan Terminal 2D kami beranjak ke Solaria dulu. Saya belum makan malam dan butuh segelas besar air teh hangat untuk dicampur dengan Tolak Angin cair. Belum juga naik pesawat tapi saya sudah masuk angin 😦

Penerbangan ke Manila berlangsung lewat tengah malam dan selama 4 jam, airport outfit (tsahh) tentu saja harus dikondisikan dengan menambahkan pillow neck, masker dan pashmina yang tersampir di bahu.

Tambahan aksesoris: pashmina, pillow neck dan masker. Sementara Asty sudah terlelap.
Tambahan aksesoris: pashmina, pillow neck dan masker. Sementara Asty sudah terlelap.

Selepas urusan di pos imigrasi kami berempat duduk-duduk sebelum memasuki check point terakhir. Maklum, di sini masih bisa minum-minum. Saya, Asty dan Dita dengan mufakat menunjuk Ariya menjadi bendahara. Uang saku sebesar USD 100 pun berpindah tangan. Sebagian dari dollar tersebut akan ditukarkan di Bandara Ninoy Aquino International Airport (NAIA). Selain rapat penunjukan pengurus uang saku, kami bicarakan lagi rencana perjalanan secara garis besar. Untuk penginapan, hanya di Makati City saja yang sudah diurus, selebihnya, go show saja. Hal yang pasti membuat saya khawatir jika dilakukan di masa-masa awal backpacking ke luar negeri.

Tunggu kelanjutan ceritanya, ya…

6 thoughts on “ke Filipina kita?”

Leave a comment