Bandung… Bandung…

Bubaran kerja, masih di hari ulang tahun saya itu, saya langsung melesat ke Bandung. Tentu tidak sendirian. Pemeran penyemarak masih mereka juga (melayangkan lirikan mesra kepada Lili, Tante Debz, Ferdy, dan Sexy Black). Kali ini kunjungan saya ke Bandung murni untuk jalan-jalan bukan disambi dengan kegiatan silahturahmi seperti biasanya.

Kami meninggalkan Jakarta dalam keadaan mendung menggelayut dan jalan tol yang mulai padat. Memasuki Tol Cipularang perjalanan mulai terasa leluasa. Tapi begitu memasuki sepertiga perjalanan terakhir hujan mengguyur dengan derasnya. Sexy Black pun dipacu dengan sangat hati-hati. Para penumpangnya pun dalam keadaan siaga, baca siap memperingatkan Ferdy untuk tetap di jalur yang benar (LOL). Sayangnya, sesiaga-siaganya kami, pintu keluar tol menuju Pasteur tetap terlewati. Byebye Pasteur. Akhirnya Sexy Black diputuskan untuk diarahkan menuju Jatinangor karena penumpangnya sudah tidak kuat menahan rasa lapar.

Oh ya, dalam sepertiga perjalanan di tol itu saya beberapa kali melihat orang berhujan-hujanan di pinggir jalan. Ada yang berdua, ada yang sendirian. Saya lontarkan rasa heran saya itu kepada yang lain. Tetapi menurut mereka, tidak ada seorang pun yang mereka lihat sedang berhujan-hujanan di pinggir jalan! Hiii…

Setibanya di Jatinangor, saya pribadi berharap makan malam dengan lumpia basah yang dijual di pertigaan-lampu-merah-di-mana-bus-Damri-suka-mangkal-waktu-dulu. Sementara Lili berharap makan soto di warung A3 (Adi Ada Aja) dekat pintu masuk Kampus Unpad yang lama. Kedua keinginan kami itu tentu saja tidak tercapai πŸ˜€ Kami putuskan untuk makan di Ampera, konon sebelumnya tempat ini adalah kolam renang andalan Lili untuk berolah raga. Kalian yang pernah kuliah di daerah Jatinangor pasti tahu lokasi yang saya maksudkan.

Dari Jatinangor kami ke Dago untuk mencari penginapan yang sudah dipesan oleh Lili. Membutuhkan waktu yang cukup lama juga untuk menemukan penginapan tersebut. Dan setelah melihat wujudnya, Sexy Black langsung diminta untuk balik kanan. Hihihi…

Setelah beberapa kali kami keluar masuk hotel/motel/wisma karena harga yang terlalu mahal atau kamar yang sudah penuh, akhirnya kami berlabuh di sebuah hotel di mana kedua indikator sebelumnya terpenuhi. Wuhuu

Pagi di Bandung. Lili sudah ribut betapa dia merindukan suasana kota tersebut. Yeah, she was a Bandung inhabitant for ten years and still going back and forth.

Pake pupur dan gincu dulu agar negosiasi berlangsung lancar πŸ˜€

Setelah sarapan dan menghabiskan sisa kue ulang tahun saya, perjalanan pertama kami adalah menuju Ciumbuleuit. Tante Debz harus menemui beberapa orang di sini. Sementara dirinya rapat, kami yang tersisa berusaha untuk menikmati suasana sekitar sambil menyeruput lemonade dan mengudap cheesecake bakar (mmm).

Pemandangan di luar jendela.

Detil perjalanan selanjutnya:

Cafe ini lokasinya dekat Simpang Dago, daerah jajahannya Mila.

Setelah meninggalkan rapat yang lumayan alot, kami langsung mencari tempat untuk makan siang. Maka terdamparlah kami di Cafe Halaman dekat Simpang Dago. Menurut referensi dari seorang komentator terhadap status FB-nya Lili, sajian paling enak dari cafe ini adalah mie tek-teknya. Tapi tidak ada salah satu dari kami yang memesan menu tersebut. Halah!

Makan siang tuntas, lalu kami bergerak ke daerah Buah Batu untuk membeli brownies dan pisang bolen dari Toko Prima Rasa. Tapi terlupakan karena suatu urusan yang berhubungan dengan meja dan kursi πŸ˜€

Menjelang Magrib kami kembali ke tengah Kota Bandung. Ke FO! Tempat wajib kunjung kalau datang ke Bandung. Tapi saya belanja baju di sini lebih karena kebutuhan mendesak. Baju yang semestinya menjadi baju ganti direlakan untuk dibawa oleh penjahit yang datang ke kantor, dengan harapan agar pakaian yang dijahitnya benar-benar sesuai dengan model yang saya mau.

Setelah puas keluar-masuk FO, kami teringat belum membeli oleh-oleh khas Bandung. Maka meluncurlah kami ke sebuah toko kue (masih di Dago) untuk membeli goreng tempe bukan pisang bolen. Tapi kami ditolak karena jam operasionalnya sudah berakhir. Sempat misuh-misuh, kesal karena ditolak. Tapi kemudian saya malah trenyuh melihat serombongan ibu-ibu yang menurut mereka berasal dari Riau dan harus mengalami hal yang sama dengan kami.

Tak kehabisan akal, lalu kami menyambangi toko kue lainnya. Ditolak lagi dengan alasan yang sama, tapi kalau beli brownies bisa. Di sini kami bertemu dengan rombongan ibu-ibu tadi. Saya hanya berharap semoga ibu-ibu tersebut berbahagia dengan oleh-olehΒ brownies.

Makan malam di The Valley, lupa judul menunya.
Sudah makan pulang. Selamat malam Bandung, selamat pagi Jakarta.

Sudah capek tapi lapar. Tante Debz memustuskan mengakhiri perjalanan di Dago Pakar untuk makan malam di The Valley. Baru kali ini saya mendatangi wilayah ini. Jalan yang kami lalui kecil, berliku dan terkadang menanjak cukup curam.

Sekitar pukul 2 pagi, tanggal 31 Januari 2010 kami meninggalkan Bandung. Ada paku yang menancap di salah satu ban Sexy Black. Tetapi yang membuat Sexy Black terhenti menjelang pintu keluar Cibubur bukan karena paku itu melainkan karena kehabisan bensin.

28 thoughts on “Bandung… Bandung…”

  1. yup…yup
    seneng bgt ya ultah –> trus jalan2 ke bdg
    wisataa kulinerr..haha (di bdg ga pernah ada habisnya)

  2. aaah… aku tidak diajak lagiii.. huhuhuuu…
    mana makan di cafe halaman lagi, itu mah tetanggaan kos2an gw dulu hihihii..
    eniwei, ga jd ngambek deh, abis nama gw dicantumin di situ *kog tau dulu gw preman simpang dago?*

    1. Ibu, semoga ada kesempatan berkunjung ke Jatinangor lalu diteruskan ke Sumedang, beli tahu πŸ˜€ Terima kasih sudah berkunjung.

  3. Saya lebih senang memanggilnya Dian, karena senyumnya semanis Dian Sastro…hehehe

    Membaca blog-nya membuat saya bisa mengenal karakternya lebih dalam, yang selalu ceria dan selalu menebarkan kegembiraan kepada orang-orang disekitarnya. Sungguh pribadi yang patut ditiru, karena Dian akan tetap ceria dimanapun dia berada tanpa terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya….

    Blog ini berisi catatan harian, tentang moments yang dilewatinya dengan penuh keceriaan khas dirinya. Seiring dengan kedewasaan dirinya, saya berharap suatu hari nanti Dian akan menulis suatu tema khusus yang menjadi perhatian dan minatnya. Karena menurut saya blog itu menjadi populer atau enak dibaca karena berisi tentang sesuatu hal yang menjadikannya berbeda dibanding blogs lainnya…

    Jangan berhenti menulis…….

    1. Mba Hesti, terima kasih sudah mau mampir di sini walau sempat dipaksa.

      Jiahhh, saya punya senyum semanis Dian Satro? Tersanjung. Tapi menurut saya persamaan saya dan Distro hanya sebatas kata empat huruf tadi: D I A N. Peluk hangat dari Ragunan.

  4. wow…mbak Hesti kaw luar biasa *limited edition*..

    mari ke Bdg lagi sama tim hore Cirebon and preman Dago, makan mie tek-tek di Cafe Halaman :d

Leave a reply to edratna Cancel reply